Pages

Saturday, October 27, 2012

Shalat dan kedudukannya

Definisi Shalat.
Shalat dari segi bahasa berarti doa kebaikan, penggunaan kata ini dikenal dalam bahasa Arab sebelum ia ditransfer kepada makna syar’i.
Firman Allah Taala,
وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاَتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ .
“Dan mendoalah untuk mereka, sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketentraman jiwa bagi mereka.” (At-Taubah: 103)
Shalat dari segi istilah syar’i adalah perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan khusus yang diawali dengan takbir dan ditutup dengan salam.
Shalat dinamakan shalat karena ia mengandung makna dari segi bahasa yaitu doa kebaikan. Dalam Kitab al-Inshaf dikatakan, “Inilah yang shahih yang dipegang oleh jumhur fuqaha’ dan ahli bahasa Arab.”
Kedudukan shalat.
Shalat adalah salah satu rukun Islam yang lima, ia hadir setelah syahadatain sebagai bukti pertama dan utama atas kebenarannya, Allah Taala mewajibkannya kepada Rasulullah saw pada malam Mi’raj tiga tahun sebelum hijrah di langit secara langsung tanpa perantara malaikat.
Anas bin Malik berkata, “Shalat diwajibkan atas Nabi saw pada malam beliau diisra’kan sebanyak lima puluh shalat, kemudian dikurangi sehingga ia menjadi lima, kemudian diserukan, ‘Wahai Muhammad, perkataan padaKu tidak dirubah dan dengan lima itu kamu mendapatkan lima puluh.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi dan an-Nasa`i).
Shalat merupakan had (pembatas) antara seseorang dengan kekufuran dan kesyirikan.
Nabi saw bersabda,
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ .
“Sesungguhnya antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim dari Jabir bin Abdullah).
عن بريدة بن الحصيب رضي الله عنه قال : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّم : اَلعَهْدُ الّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلاَة فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ.
Dari Buraidah bin al-Hushaib berkata, Rasulullah saw bersabda, “Perjanjian antara kami dengan mereka adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia kafir.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, dia berkata, “Hadits hasan shahih gharib.” An-Nasa`i dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib, 1/226).
Shalat merupakan tiang bagi segala perkara dalam agama,
Sebagaimana dalam hadits Muadz bin Jabal yang panjang, Nabi saw bersabda,
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ، وَعَمُوْدُهُ الصَّلاَةُ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الجِهَادُ.
“Kepala bagi perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncak punuknya adalah jihad.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, dia berkata, “Hasan shahih.” Dishahihkan oleh al-Albani dalam takhrij kitab al-Iman, Ibnu Abi Syaibah no. 1).
Shalat adalah amal hamba yang pertama kali dihisab oleh Allah Taala pada Hari Kiamat.
Nabi saw bersabda,
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ الصَّلاَةُ.
“Perkara pertama dimana seorang hamba dihisab atasnya adalah shalat.” (HR. an-Nasa`i dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 1748).
Dalam hadits Abu Hurairah berkata, Aku mendengar Rasulullah saw bersabda,
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ صَلاَتُهُ، فَإِنْ أَتَمَّهَا، وَإِلاَّ نُظِرَ هَلْ لَهُ مِنْ تَطَوُّعٍ، فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ، أُكْمِلَتْ الفَرِيْضَةُ مِنْ تَطَوُّعِهِ، ثُمَّ تُرْفَعُ سَائِرُ الأَعْمَالِ عَلىَ ذَلِكَ.
“Sesungguhnya perkara pertama yang dihisab atas seorang hamba adalah shalatnya, jika dia menyempurnakannya, dan jika tidak maka dilihat apakah dia mempunyai shalat sunnah, jika dia memiliki shalat sunnah maka shalat wajibnya disempurnakan dari shalat sunnahnya kemudian amal-amal lainnya diangkat di atas itu.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 1358).
Shalat merupakan ibadah yang tidak mengenal kata, ‘Saya tidak mampu.’
Karena ia wajib dalam segala kondisi tanpa memberi peluang kepada seorang muslim untuk berkata, ‘Saya sakit atau saya bepergian atau saya sibuk’ dan alasan-alasan lainnya, selama seorang muslim berakal dan nyawanya masih dikandung badan maka tidak ada alasan untuk tidak shalat, sampai dalam kondisi takutpun Allah Taala tetap memerintahkan kaum muslimin untuk tetap mendirikan shalat meskipun dengan merubah sebagian tatanannya, hal ini merupakan bukti yang berbicara tentang kedudukan shalat.
Firman Allah, “Peliharalah segala shalatmu dan peliharalah shalat wustha. Berdirilah karena Allah dalam shalatmu dengan khusu’. Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya) maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan.” (Al-Baqarah: 238-239).
Melihat kepada kedudukan shalat yang agung dalam agama Islam maka Allah Taala menamakan shalat dengan iman
FirmanNya, “Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.” (Al-Baqarah: 143).
Ibnu Katsir berkata tentang ayat ini, “Firman Allah, ‘Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu’, yakni shalatmu ke Baitul Maqdis sebelum itu, pahalanya tidak akan sia-sia di sisi Allah.”
Ibnul Qayyim dalam kitab ash-Shalah menjelaskan tentang kedudukan shalat, beliau berkata, “Shalat memiliki keistimewaan-keistimewaan yang tidak dimiliki oleh ibadah selainnya, ia adalah kewajiban Islam pertama yang ditetapkan oleh Allah. Oleh karena itu Nabi saw berpesan kepada utusan-utusan dan delegasi-delegasinya agar memulai berdakwah kepadanya setelah syahadatain. Beliau bersabda kepada Muadz,
‘Kamu akan mendatangi suatu kaum ahli kitab, hendaknya perkara pertama yang kamu dakwahkan kepada mereka adalah syahadat la ilaha illallah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah dan bahwa Allah telah mewajibkan shalat lima waktu sehari semalam.’ (HR. al-Bukhari dan Muslim),
dan karena ia adalah ibadah hamba yang pertama kali dihisab, Allah mewajibkannya di langit pada malam Mi’raj, itu adalah ibadah yang paling banyak disebut di dalam al-Qur`an. Peduduk neraka ketika ditanya,
‘Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?’ (Al-Muddatstsir: 42),
mereka tidak memulai menjawab dengan sesuatu selain meninggalkan shalat, kewajiban shalat tidak gugur dari seorang hamba dalam kondisi apapun selama dia berakal, berbeda dengan kewajiban-kewajibna lainnya yang wajib dalam kondisi dan tidak dalam kondisi lainnya, ia adalah tonggak bangunan Islam, jika tonggak sebuah bangunan runtuh maka runtuhlah bangunan, ia adalah bagian dari agama yang hilang paling kafir, ia wajib atas orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, orang mukim dan musafir, orang sehat dan sakit, orang kaya dan orang miskin.”
Muhammad bin Nashr al-Marwazhi dalam kitabnya Ta’zhim Qadr ash-Shalah menjelaskan tentang kedudukan shalat, beliau berkata, “Di antara dalil yang dengannya Allah menetapkan keagungan kedudukan shalat dan bahwa ia berbeda dengan amal-amal yang lain adalah pewajibanNya terhadapnya atas nabi-nabi dan rasul-rasulNya dan pemberitahuanNya tentang pengagungan mereka terhadapnya, di antara hal tersebut adalah bahwa Allah azj mendekatkan Musa kepadaNya pada saat dia bermunajat dan Dia berbicara kepadanya. Perkara pertama yang Allah wajibkan atasnya setelah Dia mewajibkan beribadah kepadaNya adalah mendirikan shalat, Allah tidak menetapkan kewajiban selainnya atasnya. Allah berfirman berbicara kepada Musa dengan kalimat-kalimatNya tanpa penerjemah.
‘Maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.’ (Thaha: 13).
Hal tersebut membuktikan keagungan kedudukan shalat dan keutamaannya atas amal-amal yang lain di mana Dia tidak memulai Musa yang bermunajat kepadanya dan Dia berbicara kepadanya dengan suatu kewajiban yang mendahuluinya.”

0 comments:

Post a Comment