Pages

Saturday, October 27, 2012

IMAN KEPADA HARI AKHIR

Hari Akhir adalah hari Kiamat, di mana seluruh manusia dibangkitkan pada hari itu untuk dihisab dan dibalas. Hari itu disebut hari Akhir, karena tidak ada hari lagi setelahnya. Pada hari itulah penghuni Surga dan penghuni Neraka masing-masing menetap di tempatnya.

Iman kepada hari Akhir mengandung tiga unsur:

1. Mengimani ba’ts (kebangkitan), yaitu menghidupkan kembali orang-orang yang sudah mati ketika tiupan sangkakala yang kedua kali. Pada waktu itu semua manusia bangkit untuk menghadap Rabb alam semesta dengan tidak beralas kaki, bertelanjang, dan tidak disunat.

Allah berfirman:

“(Yaitu) pada hari Kami gulung langit seperti menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati. Sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.” (Al Anbiyaa 104)

Kebangkitan adalah kebenaran yang pasti, ditunjukkan oleh Al Kitab, Sunnah dan ijma’ umat Islam. Allah I berfirman, yang artinya:

“Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari Kiamat.” (Al Mu’minun 16)

Nabi Muhammad juga bersabda:

“Di hari Kiamat seluruh manusia akan dihimpun dengan keadaan tidak beralas kaki dan tidak disunat." (HR. Bukhari-Muslim)

Umat Islam sepakat akan adanya hari Kebangkitan karena hal itu sesuai dengan hikmah Allah yang mengembalikan ciptaan-Nya untuk diberi balasan terhadap segala yang telah diperintahkan-Nya melalui lisan para rasul-Nya. Allah berfirman, yang artinya:

“Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al Mu’minun 115)

Allah berfirman kepada Rasulullah, yang artinya:

“Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al Qur’an benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali…” (Al Qashash 85)

2. Mengimani hisab (perhitungan) dan jaza’ (pembalasan) dengan meyakini bahwa seluruh perbuatan manusia akan dihisab dan dibalas. Hal ini dipaparkan dengan jelas di dalam Al Qur’an, Sunnah dan ijma’ (kesepakatan) umat Islam.

Allah berfirman, yang artinya:

“Sesungguhnya kepada Kamilah kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka.” (Al Ghasyiyah 25-26)

“Barangsiapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi balasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan).” (Al An’am 160)

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan.” (Al Anbiyaa 47)

Dari Ibnu Umar diriwayatkan bahwa Nabi n bersabda, yang artinya:

“Allah nanti akan mendekatkan orang mukmin, lalu meletakkan tutup dan menutupnya. Allah bertanya, “Apakah kamu tahu dosamu itu?” Ia menjawab, “Ya Rabbku.” Ketika ia sudah mengakui dosa-dosanya dan melihat dirinya telah binasa, Allah berfirman: “Aku telah menutupi dosa-dosamu di dunia dan sekarang Aku mengampuninya.” Kemudian diberikan kepada orang mukmin itu buku amal baiknya. Adapun orang-orang kafir dan orang-orang munafik, Allah memanggilnya di hadapan orang banyak. Mereka orang-orang yang mendustakan Rabbnya. Ketahuilah, laknat Allah itu untuk orang-orang yang zhalim.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Nabi bersabda:

أَنَّ مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ
كَثِيْرَةٍ، إِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً.

“Orang yang berniat melakukan satu kebaikan, lalu mengamalkannya, maka ditulis baginya sepuluh kebaikan, sampai tujuh ratus kali lipat, bahkan sampai beberapa lipat lagi. Barangsiapa berniat melakukan satu kejahatan, lalu mengamalkannya, maka Allah menulisnya satu kejahatan saja.”

Umat Islam telah sepakat tentang adanya hisab dan pembalasan amal karena itu sesuai dengan kebijaksanaan Allah. Sebagaimana kita ketahui, Allah telah menurunkan kitab-kitab, mengutus para rasul serta mewajibkan kepada manusia untuk menerima ajaran yang dibawa oleh rasul-rasul Allah itu dan mengerjakan segala yang diwajibkannya. Dan Allah telah mewajibkan agar berperang melawan orang-orang yang menentang-Nya serta menghalalkan darah, keturunan, isteri dan harta benda mereka. Kalau tidak ada hisab dan balasan tentu hal ini hanya sia-sia belaka, dan Rabb Yang Mahabijaksana, Mahasuci darinya. Allah telah mengisyaratkan hal itu dalam firman-Nya, yang artinya:

“Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami), maka sesungguhnya akan Kami kabarkan kepada mereka (apa-apa yang telah mereka perbuat), sedang (Kami) mengetahui (keadaan mereka), dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari mereka).” (Al A’raaf 6-7)

3. Mengimani Surga dan Neraka sebagai tempat manusia yang abadi. Surga tempat kenikmatan yang disediakan Allah untuk orang-orang mukmin yang bertaqwa, yang mengimani apa-apa yang harus diimani, yang taat kepada Allah dan rasul-Nya, dan kepada orang-orang yang ikhlas.

Di dalam Surga terdapat berbagai kenikmatan yang tidak pernah dilihat mata, tidak pernah didengar telinga, serta tidak terlintas dalam benak manusia.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka, dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabbnya.” (Al Bayyinah 7-8)

“Tidak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (As Sajdah 17)

Neraka adalah tempat azab yang disediakan oleh Allah untuk orang-orang kafir, yang berbuat zhalim, serta bagi yang mengingkari Allah dan Rasul-Nya. Di dalam Neraka terdapat berbagai azab dan sesuatu yang menakutkan, yang tidak pernah terlintas dalam hati.

“Dan peliharalah dirimu dari api Neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir.” (Al Imran 131)

“…Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang yang zhalim itu Neraka yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta minum, maka mereka akan diberi minuman dengan air seperti besi yang mendidih yang dapat menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (Al Kahfi 29)

“Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (Neraka). Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Mereka tidak memperoleh seorang pelindung pun dan tidak (pula) seorang penolong. Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam Neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.” (Al Ahzab 64-66)

Iman kepada hari Akhir adalah termasuk mengimani peristiwa-peristiwa yang akan terjadi sesudah kematian, misalnya:

a. Fitnah kubur, yaitu pertanyaan yang diajukan kepada mayat ketika sudah dikubur tentang Rabbnya, agamanya, dan nabinya. Allah akan meneguhkan orang-orang yang beriman dengan kata-kata yang mantap. Ia akan menjawab pertanyaan itu dengan tegas dan penuh keyakinan, “Allah Rabbku, Islam agamaku, dan Muhammad n nabiku. Allah menyesatkan orang-orang yang zhalim dan kafir. Mereka akan menjawab pertanyaan dengan terbengong-bengong karena pertanyaan itu terasa asing baginya. Mereka akan menjawab, ”Aku…aku tidak tahu.” Sedangkan orang-orang munafik akan menjawab dengan kebingungan, “Aku tidak tahu. Dulu aku pernah mendengar orang-orang mengatakan sesuatu, lalu aku mengatakannya.”

b. Siksa dan nikmat kubur. Siksa kubur diperuntukkan bagi orang-orang zhalim, yakni orang-orang munafik dan orang-orang kafir, seperti dalam firman-Nya, yang artinya:

“.. Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zhalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu.” Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (Al An’aam 93)

Allah berfirman tentang kelurga Fir’aun:

“Kepada mereka dinampakkan Neraka pada pagi hari dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras.” (Al Mu’min 46)

Dari Zaid bin Tsabit diriwayatkan bahwa Nabi n bersabda: “Kalau tidak karena kalian saling mengubur (orang yang mati), pasti aku memohon kepada Allah agar memperdengarkan siksa kubur kepada kalian yang saya mendengarnya.” Kemudian Nabi menghadapkan wajahnya seraya berkata: “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari siksa Neraka.” Para sahabat berkata, “Kami memohon perlindungan kepada Allah dari siksa Neraka.” Nabi n kemudian berkata lagi, “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari siksa kubur.” Para sahabat berkata, “Kami memohon perlindungan Allah dari siksa kubur. Lalu beliau berkata lagi, “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari berbagai fitnah baik yang tampak maupun yang tidak tampak.” Para sahabat lalu berkata, “Kami memohon perlindungan kepada Allah dari berbagai fitnah baik yang tampak maupun yang tidak tampak.” Nabi n berkata lagi, “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari fitnah dajjal.” Para sahabat berkata, “Kami mohon perlindungan kepada Allah dari fitnah dajjal.” (HR. Muslim)

Adapun nikmat kubur diperuntukkan bagi orang-orang mukmin yang jujur. Hal ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya yang artinya:

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah”, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan (memperoleh) Surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (Fushshilat 30)

“Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat, maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah)? Kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar?, adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang yang didekatkan (kepada Allah), maka dia memperoleh ketentraman dan rezeki serta Surga kenikmatan.” (Al Waaqi’ah 83-89)

Dari Al Barra’ bin Azib dikatakan bahwa Nabi n bersabda tentang orang mukmin jika dapat menjawab pertanyaan dua malaikat di dalam kuburnya. Sabdanya, “Ada suara dari langit: “Hamba-Ku memang benar. Oleh karenanya, berilah dia alas dari Surga.” Lalu datanglah kenikmatan dan keharuman dari Surga, dan kuburnya dilapangkan sejauh pandangan mata…” (HR. Ahmad, Abu Daud, dalam hadits yang panjang).

Buah Iman kepada hari Akhir:

1. Mencintai ketaatan dengan mengharap pahala hari itu.

2. Membenci perbuatan maksiat dengan rasa takut akan siksa pada hari itu.

3. Menghibur orang mukmin tentang apa yang didapatkan di dunia dengan mengharap kenikmatan serta pahala di akhirat.

Orang-orang kafir mengingkari adanya kebangkitan setelah mati dengan menyangka bahwa hari Akhir dengan segala peristiwa-peristiwanya adalah suatu hal yang mustahil. Persangkaan mereka jelas sangat keliru dan kesalahannya itu dapat dibuktikan dengan syara’, indera, dan akal.

1.Bukti syara’

Allah berfirman, yang artinya:

“Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: “Tidak demikian, demi Rabbku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (At Taghaabun 7)

2.Bukti inderawi

Allah telah memperlihatkan bagaimana Dia menghidupkan orang-orang yang sudah mati di dunia ini. Dalam surat Al Baqarah terdapat lima contoh mengenai hal ini.

a. Ketika kaum Musa berkata kepada nabinya Musa p bahwa mereka tidak akan percaya dengan risalah yang dibawa Musa p, sampai mereka melihat Allah dengan mata kepala mereka sendiri. Oleh karena itulah Allah berfirman (yang ditujukan kepada bani Israil), yang artinya:

“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang”, karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya. Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur.” (Al Baqarah 55-56)

b. Cerita orang yang terbunuh yang pembunuhnya dipersengketakan bani Israil. Allah lalu memerintahkan mereka untuk menyembelih sapi, kemudian daging sapi itu dipukulkan ke tubuh orang yang terbunuh itu agar dapat menceritakan siapa sebenarnya yang telah membunuhnya. Hal ini diungkapkan dalam firman-Nya, yang artinya:

“Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia, lalu kamu saling tuduh-menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan. Lalu Kami berfirman: “Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!” Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti.” (Al Baqarah 72-73)

c. Kisah kaum yang keluar dari negerinya karena menghindari kematian. Mereka berjumlah ribuan orang. Allah mematikan mereka, lalu menghidupkan kembali. Ini digambarkan dalam firman-Nya, yang artinya:

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati, maka Allah berfirman kepada mereka: “Matilah kamu, kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.” (Al Baqarah 243)

d. Kisah orang yang melewati sebuah desa yang hancur. Dia sangsi, bagaimana Allah bisa menghidupkan desa itu kembali. Maka Allah mematikannya selama seratus tahun, dan kemudian Allah menghidupkannya kembali. Ini dikisahkan dalam firman-Nya, yang artinya:

“Atau apakah (kamu memperhatikan) orang yang melewati suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata, “Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?” Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya, “Berapa lama kamu tinggal di sini?” Ia menjawab, “Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari.” Allah berfirman: “Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah, dan lihatlah keledaimu (yang telah menjadi tulang-belulang). Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Lihatlah tulang-belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging. Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) dia pun berkata, “Saya yakin Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Al Baqarah 259)

e. Kisah Nabiyullah Ibrahim Al Khalil ketika bertanya kepada Allah bagaimana Dia menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati. Allah memerintahkannya untuk menyembelih empat ekor burung dan memisah-misahkan bagian-bagian tubuh burung itu di atas gunung-gunung yang ada di sekelilingnya. Ibrahim memanggil burung itu, lalu tak lama tampaklah olehnya bagian-bagian tubuh burung itu menyatu dan segera mendatangi Nabi Ibrahim kembali. Ini dikisahkan Allah dalam Al Qur’anul Karim, yang artinya:

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati.” Allah berfirman: “Apakah kamu belum percaya?” Ibrahim menjawab: “Saya telah percaya, akan tetapi agar bertambah tetap hati saya.” Allah berfirman: “(Kalau demikian), ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu, lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu. Sesudah itu panggillah mereka, niscaya mereka akan datang kepada kamu dengan segera.” Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al Baqarah 260)

Inilah contoh-contoh bukti inderawi yang menunjukkan mungkinnya Allah menghidupkan orang-orang yang sudah mati. Telah diisyaratkan di atas, Allah menjadikan tanda-tanda Isa bin Maryam yang menghidupkan orang-orang yang sudah mati serta mengeluarkannya dari kubur dengan ijin Allah.

3.Bukti akal (logika)

Bukti akal dapat dibagi menjadi dua bagian:

a. Allah sebagai pencipta langit dan bumi seisinya telah menciptakannya pertama kali. Allah mampu menciptakan pertama kali, tentu pasti mampu pula untuk mengembalikannya.
Firman-Nya:

“Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkannya kembali itu adalah lebih mudah bagi-Nya…” (Ar Ruum 27)

“.. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati. Sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.” (Al Anbiyaa 104)

“Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Rabb yang menciptakannya kali pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.” (Yaasin 79)

b. Bumi yang mati dan tandus akan hidup kembali dan tumbuhan yang mati akan bergerak subur setelah turun hujan. Yang mampu untuk menghidupkannya setelah mati, dan yang mampu menghidupkan orang-orang yang sudah mati itu sudah pasti Allah Ta’ala Mahaperkasa lagi Maha Berkehendak.

Allah berfirman, yang artinya:

”Dan sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya bahwa kamu melihat bumi itu kering tandus, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan yang menghidupkannya tentu dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Fushshilat 39)

”Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-bijian tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan.” (Qaaf 9-11)

Orang yang ingkar kepada siksa kubur dan kenikmatannya mengira hal itu suatu perkara yang mustahil serta bertolak belakang dengan kenyataan karena apabila kubur itu dibongkar, akan didapati seperti semula, tidak bertambah luas dan tidak pula bertambah sempit. Persangkaan mereka ini jelas tidak benar menurut syara’, indera, dan akal.

1.Dalil Syara’

Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah n pernah keluar dari salah satu kebun kota Madinah. Lalu beliau mendengar ada dua orang yang disiksa di dalam kuburnya.” Dalam hadits itu disebutkan bahwa yang satu karena tidak memelihara buang air kecil (kencing sembarangan), dan yang satunya lagi karena mengadu domba.” (Al Bukhari)

2.Dalil inderawi

Orang yang tidur terkadang mimpi bahwa ia berada di tempat yang luas, menggembirakan, dan dia bersenang-senang di situ. Atau terkadang dia juga mimpi berada di tempat yang sempit, menyedihkan, dan menyakitkan. Terkadang seseorang bisa terbangun karena mimpinya itu, padahal ia berada di atas tempat tidurnya. Ya, tidur adalah rekan mati. Oleh karena itu Allah menyebut tidur dengan “wafat”, seperti dalam firman-Nya, yang artinya:

“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan…” (Az Zumar 42)

3.Dalil akal

Orang yang tidur terkadang bermimpi yang benar sesuai dengan kenyataan. Bisa jadi melihat Nabi sesuai dengan sifat beliau. Barangsiapa pernah bermimpi melihat beliau sesuai dengan sifatnya, maka dia bagaikan melihatnya benar-benar. Padahal pada waktu itu ia ada di dalam kamarnya, di atas tempat tidurnya, jauh dari yang diimpikan. Apabila keadaan tersebut suatu hal yang mungkin dijumpai di dunia, maka bagaimana tidak mungkin dijumpai di akhirat?!

Adapun dalih mereka bahwa apabila kubur itu digali, akan didapati seperti semula, tidak bertambah luas dan tidak pula bertambah sempit maka jawabannya:

1. Apa yang dibawa syara’ tidak boleh dipertentangkan dengan hal-hal yang bathil. Kalau orang yang mempertentangkan itu mau berpikir tentang apa yang dibawa oleh syara’, ia pasti mengetahui kebatilan kesalah-pahamannya itu.

Seorang penyair bertutur:

Berapa banyak orang yang mencela pendapat yang benar padahal bencana itu dari pemahaman yang salah.

2. Keadaan dalam barzakh (alam kubur) termasuk hal-hal ghaib yang tidak dapat dijangkau oleh indera, karena jika hal itu dapat diindera, maka tidak ada artinya iman kepada yang ghaib, dan sama antara orang yang beriman kepada yang ghaib dan orang yang mengingkari, dalam mempercayainya.

3. Siksa kubur, nikmat kubur, luasnya kubur, dan sempitnya kubur hanya dapat dijumpai oleh mayat itu sendiri, bukan yang lain. Ini seperti yang dilihat orang tidur dalam mimpinya, dia bisa berada di tempat yang sempit yang menakutkan, atau di tempat yang luas dan menyenangkan, padahal menurut orang lain yang melihatnya tidur, tidurnya tidak berubah, masih di dalam kamar dan di atas tempat tidurnya.

Ketika menerima wahyu, Nabi Muhammad berada di tengah-tengah para sahabatnya. Beliau mendengarkan wahyu, tetapi para sahabatnya tidak mendengarnya. Bisa jadi wahyu itu diturunkan dengan cara malaikat menjelma menjadi seorang lelaki, lalu berbi-cara dengan beliau, dan para sahabat tidak melihatnya serta mendengarnya.

4. Pengetahuan manusia terbatas pada sesuatu yang hanya diijinkan Allah untuk diketahuinya. Tidak mungkin manusia dapat mengetahui apa saja yang ada. Langit yang tujuh serta bumi seisinya semua bertasbih dengan memuji Allah dengan tasbih yang sebenarnya, yang terkadang Allah perdengarkan kepada orang yang dikehendaki-Nya. Meskipun demikian hal itu terhalang dari kita.

Dalam masalah ini Allah berfirman, yang artinya:

“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (Al Israa 44)

Demikian halnya dengan setan dan jin yang mondar-mandir pulang-pergi di atas bumi. Pernah ada jin datang kepada Nabi n dan mendengarkan bacaan beliau, kemudian dia kembali ke kaumnya sebagai juru da’i. Hal itu terhalang bagi kita.

Dalam masalah ini Allah berfirman, yang artinya:

“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu-bapak kamu dari Surga. Ia meninggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sungguh, ia dan pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Al A’raaf 27).

Apabila manusia tidak dapat mengetahui segala yang ada, maka mereka tidak boleh mengingkari perkara-perkara gaib yang ditetapkan oleh syara’ sekalipun mereka tidak dapat mengetahuinya dengan indera mereka.

0 comments:

Post a Comment