Pages

Saturday, October 27, 2012

IMAN KEPADA PARA MALAIKAT

Malaikat adalah alam ghaib, makhluk, dan hamba Allah. Malaikat sama sekali tidak memiliki keistimewaan rububiyah dan uluhiyah. Allah menciptakannya dari cahaya serta memberikan ketaatan yang sempurna serta kekuatan untuk melaksanakan ketaatan itu.

Allah berfirman, yang artinya:

“…dan malaikat yang ada di sisi-Nya, mereka tidak angkuh untuk menyembah-Nya dan tidak (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.” (Al Anbiyaa 19-20)

Malaikat berjumlah banyak, dan tidak ada yang dapat menghitungnya, kecuali Allah. Dalam hadits Al Bukhari-Muslim terdapat hadits dari Anas z tentang kisah mi’raj bahwa Allah telah memperlihatkan Al Baitul Ma’mur di langit kepada Nabi n. Di dalamnya terdapat 70.000 malaikat yang setiap hari melakukan shalat. Siapa pun yang keluar dari tempat itu, tidak kembali lagi.

Iman kepada malaikat mengandung empat unsur:

1. Mengimani wujud mereka.

2. Mengimani mereka yang kita kenali nama-namanya, seperti Jibril, dan juga terhadap nama-nama malaikat yang tidak kita kenal.

3. Mengimani sifat-sifat mereka yang kita kenali, seperti sifat bentuk Jibril, sebagaimana yang pernah dilihat Nabi n yang mempunyai 600 sayap yang menutup ufuk.

Malaikat bisa saja menjelma berwujud seorang lelaki, seperti yang pernah terjadi pada malaikat Jibril tatkala Allah mengutusnya kepada Maryam. Jibril menjelma jadi seorang yang sempurna. Demikian pula ketika Jibril datang kepada Nabi n, sewaktu beliau sedang duduk di tengah-tengah sahabatnya. Jibril datang dengan bentuk seorang lelaki yang berpakaian sangat putih, berambut sangat hitam, tidak terlihat tanda-tanda perjalanannya, dan tidak seorang sahabat pun yang mengenalinya. Jibril duduk dekat Nabi n, menyandarkan kedua lututnya ke lutut Nabi dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya. Ia bertanya kepada n tentang Islam, iman, ihsan, hari Kiamat, dan tanda-tandanya. Setelah Nabi n menjawab seluruh pertanyaannya, Jibril pergi. Setelah tidak disitu lagi, barulah Nabi n menjelaskan kepada para sahabatnya, “Itu adalah Jibril yang datang untuk mengajarkan agama kalian.”

Demikian halnya dengan para malaikat yang diutus kepada Nabi Ibrahim dan Luth. Mereka menjelma bentuk menjadi lelaki.

4. Mengimani tugas-tugas yang diperintahkan Allah kepada mereka yang sudah kita ketahui, seperti bacaan tasbih, dan menyembah Allah siang-malam tanpa merasa lelah.

Di antara mereka ada yang mempunyai tugas-tugas tertentu, misalnya:

1. Malaikat Jibril yang dipercayakan menyampaikan wahyu Allah kepada para nabi dan rasul.

2, Malaikat Mikail yang diserahi tugas menurunkan hujan dan tumbuh-tumbuhan.

3. Malaikat Israfil yang diserahi tugas meniup sangkakala di hari Kiamat dan kebangkitan makhluk.

4. Malaikat maut yang diserahi tugas mencabut nyawa orang.

5. Malaikat yang diserahi tugas menjaga Neraka.

6. Para malaikat yang diserahi janin dalam rahim. Ketika sudah mencapai empat bulan di dalam kandungan, Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh dan menyuruh untuk menulis rezekinya, ajalnya, amalnya, derita, dan bahagianya.

7. Para malaikat yang diserahi menjaga dan menulis semua perbuatan manusia. Setiap orang dijaga oleh dua malaikat, yang satu pada sisi dari kanan dan yang satunya lagi pada sisi dari kiri.

8. Para malaikat yang diserahi tugas menanyai mayit. Bila mayit sudah dimasukkan ke dalam kuburnya, maka akan datanglah dua malaikat yang bertanya tentang Rabbnya, agamanya, dan nabinya.

Buah Iman kepada Malaikat:

1. Mengetahui keagungan Allah, kekuatan-Nya, dan kekuasaan-Nya. Kebesaran makhluk pada hakikatnya adalah dari keagungan sang Pencipta.

2. Syukur kepada Allah atas perhatian-Nya terhadap manusia sehingga menugasi malaikat untuk memelihara, mencatat amal-amal dan berbagai kemaslahatannya yang lain.

3. Cinta kepada para malaikat karena ibadah yang mereka lakukan kepada Allah.

Ada orang yang tersesat mengingkari keberadaan malaikat. Mereka mengatakan bahwa malaikat ibarat “kekuatan kebaikan” yang tersimpan pada makhluk-makhluk. Ini berarti tidak mempercayai Kitabullah, sunnah Rasul-Nya, dan ijma’ (konsensus) umat Islam. Allah berfirman, yang artinya:

“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi. Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Faathir 1)

“Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): “Rasakanlah olehmu siksa Neraka yang membakar”, (tentulah kamu akan merasa ngeri).” (Al Anfaal 50)

“…Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zhalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarlah nyawamu…” (Al An’am 93)

“…sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata: “Apakah yang telah difirmankan oleh Rabbmu?” Mereka menjawab: “(Perkataan) yang benar”, dan Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar.” (Saba’ 23)

“…malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan): “Salamun ‘alaikum bima shabartum (salam sejahtera kepadamu dengan kesabaranmu).” Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (Ar Ra’d 23-23)

Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا أَحَبَّ اللهُ الْعَبْدَ نَادَى جِبْرِيْلُ أَنَّ اللهَ يُحِبُّ فُلاَنًا فَأَحَبَّهُ، فَيُحِبُّهُ جِبْرِيْلُ، فَيُنَادِيْ جِبْرِيْلُ أَهْلَ السَّمَاءِ أَنَّ اللهَ يُحِبُّ فُلاَنًا فَأَحِبُّوْهُ، فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمّاءِ، ثُمَّ يُوْضَعُ لَهُ الْقَبُوْلُ فِي اْلأَرْضِ.

“Apabila Allah mencintai seorang hamba-Nya, ia memberi tahu Jibril untuk mencintainya, maka Jibril pun mencintainya. Jibril lalu memberi tahu para penghuni langit bahwa Allah mencintai Fulan dan menyuruh mereka juga untuk mencintainya, maka penghuni langit pun mencintainya. Kemudian ia diterima di atas bumi.” (Al Bukhari)

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda:

وَعَنْهُ أَيْضًا قَالَ: قَالَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ
أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ الْمَلاَئِكَةُ يَكْتُبُوْنَ اْلأَوَّلَ فَاْلأَوَّلَ، فَإِذَا جَلَسَ اْلإِمَامُ طَوَّوا الصُّحُفَ وَجَاؤُوْا
يَسْتَمِعُوْنَ الذِّكْرَ.

“Di setiap hari Jum’at pada setiap pintu masjid para malaikat mencatat satu demi satu orang yang datang. Bila imam sudah duduk (di atas mimbar) mereka menutup buku-bukunya dan datang untuk mendengarkan dzikir (khutbah).”

Dari nash-nash ini tampak jelas bahwa para malaikat itu benar-benar ada, bukan kekuatan maknawi yang terdapat dalam diri manusia seperti yang disangka orang-orang sesat. Nash-nash tersebut telah disepakati umat Islam.

IMAN KEPADA
KITAB-KITAB ALLAH


Al-Kutub bentuk jamak dari kata “kitab” yang berarti “sesuatu yang ditulis”. Namun yang dimaksud di sini adalah kitab-kitab yang diturunkan Allah kepada para rasul-Nya sebagai rahmat dan hidayah bagi seluruh manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Iman kepada kitab-kitab mengandung empat unsur:

1. Mengimani bahwa benar-benar diturunkan dari Allah.

2. Mengimani kitab-kitab yang sudah kita kenali namanya, seperti Al Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad n, Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa p, Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa p, dan Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud p. Adapun kitab-kitab yang tidak kita ketahui namanya, kita mengimaninya secara global.

3. Membenarkan seluruh beritanya yang benar, seperti berita-berita yang ada di dalam Al Qur’an, dan berita-berita kitab-kitab terdahulu yang belum diganti atau belum diselewengkan.

4. Mengerjakan seluruh hukum yang belum dinasakh (dihapus) serta rela dan menyerah pada hukum itu, baik kita memahami hikmahnya maupun tidak. Seluruh kitab terdahulu telah dinasakh oleh Al Qur’anul Azhim, seperti firman-Nya, yang artinya:

“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya), dan sebagai batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu…” (Al Maidah 48)

Oleh karena itu, tidak dibenarkan mengerjakan hukum apa pun dari hukum kitab-kitab terdahulu, kecuali yang benar dan ditetapkan Al Qur’an.

Buah Iman kepada Kitabullah:

1. Mengetahui perhatian Allah terhadap hamba-hamba-Nya sehingga menurunkan kitab yang menjadi hidayah (petunjuk) bagi setiap umat.

2. Mengetahui hikmah Allah dalam syara’ atau hukum-Nya sehingga menetapkan hukum yang sesuai dengan tingkah laku setiap umat, seperti firman-Nya, yang artinya:

“…untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang…” (Al Maidah 48)

0 comments:

Post a Comment