Hari Akhir adalah hari Kiamat, di mana seluruh manusia dibangkitkan
pada hari itu untuk dihisab dan dibalas. Hari itu disebut hari Akhir,
karena tidak ada hari lagi setelahnya. Pada hari itulah penghuni Surga
dan penghuni Neraka masing-masing menetap di tempatnya.
Iman kepada hari Akhir mengandung tiga unsur:
1. Mengimani ba’ts (kebangkitan), yaitu menghidupkan kembali
orang-orang yang sudah mati ketika tiupan sangkakala yang kedua kali.
Pada waktu itu semua manusia bangkit untuk menghadap Rabb alam semesta
dengan tidak beralas kaki, bertelanjang, dan tidak disunat.
Allah berfirman:
“(Yaitu) pada hari Kami gulung langit seperti menggulung
lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan
pertama, begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang
pasti Kami tepati. Sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.” (Al
Anbiyaa 104)
Kebangkitan adalah kebenaran yang pasti, ditunjukkan oleh Al Kitab,
Sunnah dan ijma’ umat Islam. Allah I berfirman, yang artinya:
“Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari Kiamat.” (Al Mu’minun 16)
Nabi Muhammad juga bersabda:
“Di hari Kiamat seluruh manusia akan dihimpun dengan keadaan tidak beralas kaki dan tidak disunat." (HR. Bukhari-Muslim)
Umat Islam sepakat akan adanya hari Kebangkitan karena hal itu
sesuai dengan hikmah Allah yang mengembalikan ciptaan-Nya untuk diberi
balasan terhadap segala yang telah diperintahkan-Nya melalui lisan para
rasul-Nya. Allah berfirman, yang artinya:
“Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu
secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada
Kami?” (Al Mu’minun 115)
Allah berfirman kepada Rasulullah, yang artinya:
“Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al
Qur’an benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali…” (Al
Qashash 85)
2. Mengimani hisab (perhitungan) dan jaza’ (pembalasan) dengan
meyakini bahwa seluruh perbuatan manusia akan dihisab dan dibalas. Hal
ini dipaparkan dengan jelas di dalam Al Qur’an, Sunnah dan ijma’
(kesepakatan) umat Islam.
Allah berfirman, yang artinya:
“Sesungguhnya kepada Kamilah kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka.” (Al Ghasyiyah 25-26)
“Barangsiapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh
kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang jahat
maka dia tidak diberi balasan melainkan seimbang dengan kejahatannya,
sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan).” (Al An’am 160)
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari Kiamat, maka
tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu)
hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan
cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan.” (Al Anbiyaa 47)
Dari Ibnu Umar diriwayatkan bahwa Nabi n bersabda, yang artinya:
“Allah nanti akan mendekatkan orang mukmin, lalu meletakkan tutup
dan menutupnya. Allah bertanya, “Apakah kamu tahu dosamu itu?” Ia
menjawab, “Ya Rabbku.” Ketika ia sudah mengakui dosa-dosanya dan melihat
dirinya telah binasa, Allah berfirman: “Aku telah menutupi dosa-dosamu
di dunia dan sekarang Aku mengampuninya.” Kemudian diberikan kepada
orang mukmin itu buku amal baiknya. Adapun orang-orang kafir dan
orang-orang munafik, Allah memanggilnya di hadapan orang banyak. Mereka
orang-orang yang mendustakan Rabbnya. Ketahuilah, laknat Allah itu
untuk orang-orang yang zhalim.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi bersabda:
أَنَّ مَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ
كَثِيْرَةٍ، إِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً.
“Orang yang berniat melakukan satu kebaikan, lalu mengamalkannya,
maka ditulis baginya sepuluh kebaikan, sampai tujuh ratus kali lipat,
bahkan sampai beberapa lipat lagi. Barangsiapa berniat melakukan satu
kejahatan, lalu mengamalkannya, maka Allah menulisnya satu kejahatan
saja.”
Umat Islam telah sepakat tentang adanya hisab dan pembalasan amal
karena itu sesuai dengan kebijaksanaan Allah. Sebagaimana kita ketahui,
Allah telah menurunkan kitab-kitab, mengutus para rasul serta
mewajibkan kepada manusia untuk menerima ajaran yang dibawa oleh
rasul-rasul Allah itu dan mengerjakan segala yang diwajibkannya. Dan
Allah telah mewajibkan agar berperang melawan orang-orang yang
menentang-Nya serta menghalalkan darah, keturunan, isteri dan harta
benda mereka. Kalau tidak ada hisab dan balasan tentu hal ini hanya
sia-sia belaka, dan Rabb Yang Mahabijaksana, Mahasuci darinya. Allah
telah mengisyaratkan hal itu dalam firman-Nya, yang artinya:
“Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus
rasul-rasul kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula)
rasul-rasul (Kami), maka sesungguhnya akan Kami kabarkan kepada mereka
(apa-apa yang telah mereka perbuat), sedang (Kami) mengetahui (keadaan
mereka), dan Kami sekali-kali tidak jauh (dari mereka).” (Al A’raaf 6-7)
3. Mengimani Surga dan Neraka sebagai tempat manusia yang abadi.
Surga tempat kenikmatan yang disediakan Allah untuk orang-orang mukmin
yang bertaqwa, yang mengimani apa-apa yang harus diimani, yang taat
kepada Allah dan rasul-Nya, dan kepada orang-orang yang ikhlas.
Di dalam Surga terdapat berbagai kenikmatan yang tidak pernah
dilihat mata, tidak pernah didengar telinga, serta tidak terlintas dalam
benak manusia.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih,
mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Rabb
mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka
kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka, dan
mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi
orang yang takut kepada Rabbnya.” (Al Bayyinah 7-8)
“Tidak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka,
yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan pandangan mata sebagai
balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (As Sajdah 17)
Neraka adalah tempat azab yang disediakan oleh Allah untuk
orang-orang kafir, yang berbuat zhalim, serta bagi yang mengingkari
Allah dan Rasul-Nya. Di dalam Neraka terdapat berbagai azab dan sesuatu
yang menakutkan, yang tidak pernah terlintas dalam hati.
“Dan peliharalah dirimu dari api Neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir.” (Al Imran 131)
“…Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang yang zhalim itu
Neraka yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta minum, maka
mereka akan diberi minuman dengan air seperti besi yang mendidih yang
dapat menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat
istirahat yang paling jelek.” (Al Kahfi 29)
“Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir dan menyediakan bagi
mereka api yang menyala-nyala (Neraka). Mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Mereka tidak memperoleh seorang pelindung pun dan tidak
(pula) seorang penolong. Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan
dalam Neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya, andaikata kami taat
kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.” (Al Ahzab 64-66)
Iman kepada hari Akhir adalah termasuk mengimani peristiwa-peristiwa yang akan terjadi sesudah kematian, misalnya:
a. Fitnah kubur, yaitu pertanyaan yang diajukan kepada mayat ketika
sudah dikubur tentang Rabbnya, agamanya, dan nabinya. Allah akan
meneguhkan orang-orang yang beriman dengan kata-kata yang mantap. Ia
akan menjawab pertanyaan itu dengan tegas dan penuh keyakinan, “Allah
Rabbku, Islam agamaku, dan Muhammad n nabiku. Allah menyesatkan
orang-orang yang zhalim dan kafir. Mereka akan menjawab pertanyaan
dengan terbengong-bengong karena pertanyaan itu terasa asing baginya.
Mereka akan menjawab, ”Aku…aku tidak tahu.” Sedangkan orang-orang
munafik akan menjawab dengan kebingungan, “Aku tidak tahu. Dulu aku
pernah mendengar orang-orang mengatakan sesuatu, lalu aku
mengatakannya.”
b. Siksa dan nikmat kubur. Siksa kubur diperuntukkan bagi
orang-orang zhalim, yakni orang-orang munafik dan orang-orang kafir,
seperti dalam firman-Nya, yang artinya:
“.. Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang
yang zhalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratul maut, sedang para
malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), “Keluarkanlah
nyawamu.” Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat
menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan)
yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap
ayat-ayat-Nya.” (Al An’aam 93)
Allah berfirman tentang kelurga Fir’aun:
“Kepada mereka dinampakkan Neraka pada pagi hari dan petang, dan
pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah
Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras.” (Al Mu’min 46)
Dari Zaid bin Tsabit diriwayatkan bahwa Nabi n bersabda: “Kalau
tidak karena kalian saling mengubur (orang yang mati), pasti aku memohon
kepada Allah agar memperdengarkan siksa kubur kepada kalian yang saya
mendengarnya.” Kemudian Nabi menghadapkan wajahnya seraya berkata:
“Mohonlah perlindungan kepada Allah dari siksa Neraka.” Para sahabat
berkata, “Kami memohon perlindungan kepada Allah dari siksa Neraka.”
Nabi n kemudian berkata lagi, “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari
siksa kubur.” Para sahabat berkata, “Kami memohon perlindungan Allah
dari siksa kubur. Lalu beliau berkata lagi, “Mohonlah perlindungan
kepada Allah dari berbagai fitnah baik yang tampak maupun yang tidak
tampak.” Para sahabat lalu berkata, “Kami memohon perlindungan kepada
Allah dari berbagai fitnah baik yang tampak maupun yang tidak tampak.”
Nabi n berkata lagi, “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari fitnah
dajjal.” Para sahabat berkata, “Kami mohon perlindungan kepada Allah
dari fitnah dajjal.” (HR. Muslim)
Adapun nikmat kubur diperuntukkan bagi orang-orang mukmin yang jujur. Hal ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah”,
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun
kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan
janganlah kamu merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan
(memperoleh) Surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (Fushshilat
30)
“Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu
ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi
kamu tidak melihat, maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah)?
Kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah
orang-orang yang benar?, adapun jika dia (orang yang mati) termasuk
orang yang didekatkan (kepada Allah), maka dia memperoleh ketentraman
dan rezeki serta Surga kenikmatan.” (Al Waaqi’ah 83-89)
Dari Al Barra’ bin Azib dikatakan bahwa Nabi n bersabda tentang
orang mukmin jika dapat menjawab pertanyaan dua malaikat di dalam
kuburnya. Sabdanya, “Ada suara dari langit: “Hamba-Ku memang benar. Oleh
karenanya, berilah dia alas dari Surga.” Lalu datanglah kenikmatan dan
keharuman dari Surga, dan kuburnya dilapangkan sejauh pandangan mata…”
(HR. Ahmad, Abu Daud, dalam hadits yang panjang).
Buah Iman kepada hari Akhir:
1. Mencintai ketaatan dengan mengharap pahala hari itu.
2. Membenci perbuatan maksiat dengan rasa takut akan siksa pada hari itu.
3. Menghibur orang mukmin tentang apa yang didapatkan di dunia dengan mengharap kenikmatan serta pahala di akhirat.
Orang-orang kafir mengingkari adanya kebangkitan setelah mati dengan
menyangka bahwa hari Akhir dengan segala peristiwa-peristiwanya adalah
suatu hal yang mustahil. Persangkaan mereka jelas sangat keliru dan
kesalahannya itu dapat dibuktikan dengan syara’, indera, dan akal.
1.Bukti syara’
Allah berfirman, yang artinya:
“Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak
akan dibangkitkan. Katakanlah: “Tidak demikian, demi Rabbku, benar-benar
kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang
telah kamu kerjakan.” Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (At
Taghaabun 7)
2.Bukti inderawi
Allah telah memperlihatkan bagaimana Dia menghidupkan orang-orang
yang sudah mati di dunia ini. Dalam surat Al Baqarah terdapat lima
contoh mengenai hal ini.
a. Ketika kaum Musa berkata kepada nabinya Musa p bahwa mereka tidak
akan percaya dengan risalah yang dibawa Musa p, sampai mereka melihat
Allah dengan mata kepala mereka sendiri. Oleh karena itulah Allah
berfirman (yang ditujukan kepada bani Israil), yang artinya:
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: Hai Musa, kami tidak akan
beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang”, karena itu
kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya. Setelah itu Kami
bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur.” (Al Baqarah
55-56)
b. Cerita orang yang terbunuh yang pembunuhnya dipersengketakan bani
Israil. Allah lalu memerintahkan mereka untuk menyembelih sapi,
kemudian daging sapi itu dipukulkan ke tubuh orang yang terbunuh itu
agar dapat menceritakan siapa sebenarnya yang telah membunuhnya. Hal ini
diungkapkan dalam firman-Nya, yang artinya:
“Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia, lalu kamu
saling tuduh-menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa
yang selama ini kamu sembunyikan. Lalu Kami berfirman: “Pukullah mayat
itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!” Demikianlah Allah
menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dan memperlihatkan
kepadamu tanda-tanda kekuasaan-Nya agar kamu mengerti.” (Al Baqarah
72-73)
c. Kisah kaum yang keluar dari negerinya karena menghindari
kematian. Mereka berjumlah ribuan orang. Allah mematikan mereka, lalu
menghidupkan kembali. Ini digambarkan dalam firman-Nya, yang artinya:
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang keluar dari
kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena
takut mati, maka Allah berfirman kepada mereka: “Matilah kamu, kemudian
Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap
manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.” (Al Baqarah 243)
d. Kisah orang yang melewati sebuah desa yang hancur. Dia sangsi,
bagaimana Allah bisa menghidupkan desa itu kembali. Maka Allah
mematikannya selama seratus tahun, dan kemudian Allah menghidupkannya
kembali. Ini dikisahkan dalam firman-Nya, yang artinya:
“Atau apakah (kamu memperhatikan) orang yang melewati suatu negeri
yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata, “Bagaimana
Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?” Maka Allah
mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali.
Allah bertanya, “Berapa lama kamu tinggal di sini?” Ia menjawab, “Saya
tinggal di sini sehari atau setengah hari.” Allah berfirman: “Sebenarnya
kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya. Lihatlah makanan dan
minumanmu yang belum lagi berubah, dan lihatlah keledaimu (yang telah
menjadi tulang-belulang). Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami
bagi manusia. Lihatlah tulang-belulang keledai itu, kemudian Kami
menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging. Maka
tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah
mati) dia pun berkata, “Saya yakin Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”
(Al Baqarah 259)
e. Kisah Nabiyullah Ibrahim Al Khalil ketika bertanya kepada Allah
bagaimana Dia menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati. Allah
memerintahkannya untuk menyembelih empat ekor burung dan
memisah-misahkan bagian-bagian tubuh burung itu di atas gunung-gunung
yang ada di sekelilingnya. Ibrahim memanggil burung itu, lalu tak lama
tampaklah olehnya bagian-bagian tubuh burung itu menyatu dan segera
mendatangi Nabi Ibrahim kembali. Ini dikisahkan Allah dalam Al Qur’anul
Karim, yang artinya:
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah
kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati.” Allah
berfirman: “Apakah kamu belum percaya?” Ibrahim menjawab: “Saya telah
percaya, akan tetapi agar bertambah tetap hati saya.” Allah berfirman:
“(Kalau demikian), ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya
olehmu, lalu letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari
bagian-bagian itu. Sesudah itu panggillah mereka, niscaya mereka akan
datang kepada kamu dengan segera.” Dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al Baqarah 260)
Inilah contoh-contoh bukti inderawi yang menunjukkan mungkinnya
Allah menghidupkan orang-orang yang sudah mati. Telah diisyaratkan di
atas, Allah menjadikan tanda-tanda Isa bin Maryam yang menghidupkan
orang-orang yang sudah mati serta mengeluarkannya dari kubur dengan ijin
Allah.
3.Bukti akal (logika)
Bukti akal dapat dibagi menjadi dua bagian:
a. Allah sebagai pencipta langit dan bumi seisinya telah
menciptakannya pertama kali. Allah mampu menciptakan pertama kali, tentu
pasti mampu pula untuk mengembalikannya.
Firman-Nya:
“Dan Dialah yang menciptakan (manusia) dari permulaan, kemudian
mengembalikan (menghidupkan)nya kembali, dan menghidupkannya kembali itu
adalah lebih mudah bagi-Nya…” (Ar Ruum 27)
“.. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah
Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati.
Sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.” (Al Anbiyaa 104)
“Katakanlah: “Ia akan dihidupkan oleh Rabb yang menciptakannya kali
pertama. Dan Dia Maha Mengetahui tentang segala makhluk.” (Yaasin 79)
b. Bumi yang mati dan tandus akan hidup kembali dan tumbuhan yang
mati akan bergerak subur setelah turun hujan. Yang mampu untuk
menghidupkannya setelah mati, dan yang mampu menghidupkan orang-orang
yang sudah mati itu sudah pasti Allah Ta’ala Mahaperkasa lagi Maha
Berkehendak.
Allah berfirman, yang artinya:
”Dan sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya bahwa kamu melihat
bumi itu kering tandus, maka apabila Kami turunkan air di atasnya,
niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan yang menghidupkannya
tentu dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas
segala sesuatu.” (Fushshilat 39)
”Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya, lalu Kami
tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-bijian tanaman yang
diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang
bersusun-susun untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami
hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah
terjadinya kebangkitan.” (Qaaf 9-11)
Orang yang ingkar kepada siksa kubur dan kenikmatannya mengira hal
itu suatu perkara yang mustahil serta bertolak belakang dengan kenyataan
karena apabila kubur itu dibongkar, akan didapati seperti semula, tidak
bertambah luas dan tidak pula bertambah sempit. Persangkaan mereka ini
jelas tidak benar menurut syara’, indera, dan akal.
1.Dalil Syara’
Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah n pernah keluar dari salah satu
kebun kota Madinah. Lalu beliau mendengar ada dua orang yang disiksa di
dalam kuburnya.” Dalam hadits itu disebutkan bahwa yang satu karena
tidak memelihara buang air kecil (kencing sembarangan), dan yang satunya
lagi karena mengadu domba.” (Al Bukhari)
2.Dalil inderawi
Orang yang tidur terkadang mimpi bahwa ia berada di tempat yang
luas, menggembirakan, dan dia bersenang-senang di situ. Atau terkadang
dia juga mimpi berada di tempat yang sempit, menyedihkan, dan
menyakitkan. Terkadang seseorang bisa terbangun karena mimpinya itu,
padahal ia berada di atas tempat tidurnya. Ya, tidur adalah rekan mati.
Oleh karena itu Allah menyebut tidur dengan “wafat”, seperti dalam
firman-Nya, yang artinya:
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa
(orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang
yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain
sampai waktu yang ditentukan…” (Az Zumar 42)
3.Dalil akal
Orang yang tidur terkadang bermimpi yang benar sesuai dengan
kenyataan. Bisa jadi melihat Nabi sesuai dengan sifat beliau.
Barangsiapa pernah bermimpi melihat beliau sesuai dengan sifatnya, maka
dia bagaikan melihatnya benar-benar. Padahal pada waktu itu ia ada di
dalam kamarnya, di atas tempat tidurnya, jauh dari yang diimpikan.
Apabila keadaan tersebut suatu hal yang mungkin dijumpai di dunia, maka
bagaimana tidak mungkin dijumpai di akhirat?!
Adapun dalih mereka bahwa apabila kubur itu digali, akan didapati
seperti semula, tidak bertambah luas dan tidak pula bertambah sempit
maka jawabannya:
1. Apa yang dibawa syara’ tidak boleh dipertentangkan dengan hal-hal
yang bathil. Kalau orang yang mempertentangkan itu mau berpikir tentang
apa yang dibawa oleh syara’, ia pasti mengetahui kebatilan
kesalah-pahamannya itu.
Seorang penyair bertutur:
Berapa banyak orang yang mencela pendapat yang benar padahal bencana itu dari pemahaman yang salah.
2. Keadaan dalam barzakh (alam kubur) termasuk hal-hal ghaib yang
tidak dapat dijangkau oleh indera, karena jika hal itu dapat diindera,
maka tidak ada artinya iman kepada yang ghaib, dan sama antara orang
yang beriman kepada yang ghaib dan orang yang mengingkari, dalam
mempercayainya.
3. Siksa kubur, nikmat kubur, luasnya kubur, dan sempitnya kubur
hanya dapat dijumpai oleh mayat itu sendiri, bukan yang lain. Ini
seperti yang dilihat orang tidur dalam mimpinya, dia bisa berada di
tempat yang sempit yang menakutkan, atau di tempat yang luas dan
menyenangkan, padahal menurut orang lain yang melihatnya tidur, tidurnya
tidak berubah, masih di dalam kamar dan di atas tempat tidurnya.
Ketika menerima wahyu, Nabi Muhammad berada di tengah-tengah para
sahabatnya. Beliau mendengarkan wahyu, tetapi para sahabatnya tidak
mendengarnya. Bisa jadi wahyu itu diturunkan dengan cara malaikat
menjelma menjadi seorang lelaki, lalu berbi-cara dengan beliau, dan para
sahabat tidak melihatnya serta mendengarnya.
4. Pengetahuan manusia terbatas pada sesuatu yang hanya diijinkan
Allah untuk diketahuinya. Tidak mungkin manusia dapat mengetahui apa
saja yang ada. Langit yang tujuh serta bumi seisinya semua bertasbih
dengan memuji Allah dengan tasbih yang sebenarnya, yang terkadang Allah
perdengarkan kepada orang yang dikehendaki-Nya. Meskipun demikian hal
itu terhalang dari kita.
Dalam masalah ini Allah berfirman, yang artinya:
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih
kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan
memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (Al Israa
44)
Demikian halnya dengan setan dan jin yang mondar-mandir pulang-pergi
di atas bumi. Pernah ada jin datang kepada Nabi n dan mendengarkan
bacaan beliau, kemudian dia kembali ke kaumnya sebagai juru da’i. Hal
itu terhalang bagi kita.
Dalam masalah ini Allah berfirman, yang artinya:
“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan
sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu-bapak kamu dari Surga. Ia
meninggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada
keduanya auratnya. Sungguh, ia dan pengikutnya melihat kamu dari suatu
tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.Sesungguhnya Kami telah
menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak
beriman.” (Al A’raaf 27).
Apabila manusia tidak dapat mengetahui segala yang ada, maka mereka
tidak boleh mengingkari perkara-perkara gaib yang ditetapkan oleh syara’
sekalipun mereka tidak dapat mengetahuinya dengan indera mereka.